BAB
11
PEMBAHASAN
A.
Dinasti Abassiyah
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan
kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini
adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass.[1] Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M).
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini
adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass.[1] Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M).
Kekayaan yang
dimanfaatkan Harun Arrasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga
pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan, Kritik sastra, filsafat, puisi, kedokteran, matematika,
dan astronomi berkembang pesat tidak saja di Baghdad tetapi juga di Kufah,
Basrah, Jundabir, dan Harran. Pada masa-masa awal sudah ada
sekitar 800 orang dokter dengan berbagai kehliannya, apoteker, dan
kelengkapan-kelengkapan kesehatan lainnya. Sementara putranya al-Ma’mun,
dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu. Pada masanya, penerjemahan buku-buku
asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia memberi gaji
penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli.
Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu karya besarnya adalah pembangunan
Bait al-Hikmah sebagai perpustakaan besar..[2]dan
digunakan juga sebagai pusat penerjemah yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan menjadi perpustakaan umum
dan diberi nama “Darul Ilmi” yang berisi
buku-buku yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun
inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, kekota
inilah para pencari ilmu datang berduyun-duyun.[3]
B.
Perkembangan
ilmu pengetahuan
Puncak perkembangan
kebudayaan dan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan
tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreatifitas bani Abbas sendiri.
Sebagian diantarannya sudah dimulai pada awal kebangkitan islam. Lembaga pendidikan
sudah berkembang, ketika itu lembaga pendidikan ini terdiri dari dua tingkat :
1.
Maktab/Kuttab dan mesjid, yaitu lembaga
pendidikan terendah tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan
tulisan, dan tempat para remaja belajar dasar-dasar agama, seperti tafsir, hadis,
fiqh, dan bahasa.
2.
Tingkat
pendalaman. Para pelajar yang ingin memper dalam ilmunya, pergi keluar daerah
untuk menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya
masing-masing. Ilmu yang dituntut umumnya ilmu agama, pengajarannya biasanya
berlangsung di mesjid-mesjid atau di rumah ulama bersangkutan. Bagi anak
penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut,
dengan memanggil ulama’ ahli kesana.
Perkembangan lembaga pendidikan itu
mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini
sangat ditentukan oleh bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah
berlaku sejak zaman Bani Umayah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Disamping itu kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yapitu :
1.
Terjadinya
asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan bani
Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk islam. Asimilasinya berlangsung
secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu
dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam. Pengaruh Persia, sangat kuat
dibidang pemerintahan. Selain itu bangsa Persia banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang
kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk
dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat.[4]
2.
Gerakan
terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada khalifah al-Mansyur
hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai
masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan
yaitu dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah
tahun 300H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu yang
diterjemahkan semakin meluas.[5]
Pengaruh
dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan,
bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum. Tetapi juga ilmu pengetahuan agama.
Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran, pertama,
tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional dengan mengambil
interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Kedua, tafsir bi al-ra’yi yaitu
metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari
pada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa
pemerintahan Abbasiyah, akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi
al ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, hal
yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi
perkembangan logika dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua
bidang ilmu tersebut.[6]
Perhatian dan
minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju paada bidang ilmu
pengetahuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk memahami dan
menjelaskan al-Qur’an, kemudian menjadi landasan teologis yang serius.
Interaksi dengan dunia kristen di Damaskus telah memicu munculnya pemikiran
spekulatif teologis yang melahirkan madzhab pemikiran Murji’ah dan Qodariyah. Untuk
mempelajari teologi di sediakan madrasah yang sudah diakui oleh negara yaitu
Madrasah Nizhamiyah, khususnya untuk mempelajari madzhab syafi’i dan teologi
asy’ariyah.[7] .
Bidang kajian berikutnya adalah Hadits, yaitu perilaku, ucapan, persetujuan
Nabi. Yang kemudian menjadi sumber ajaran paling penting, awalnya hanya
diriwayatkan dari mulut kemulut, kemudian direkam pada abad ke-2 hijriyah.[8]
Lahirnya
ilmu kalam atau teologi itu dikarenakan dua faktor :
1.
Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat,
2.
Karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar
dari pola rasa ke pola akal dan ilmu.[9]
Faktor
yang menyebabkan pesatnya perkembangan sains dan filsafat di masa dinasti
Abassiyah, diantarannya adalah :
1.
Kontak antara slam dan Persia menjadi jembatan perkembangan
sainsdan filsafat karena secara kultural persia banyak berperan dalam
pengembangan tradisi keilmuan Yunani.
2.
Etos ke ilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol
terutama pada dua khalifah terkemuka yaitu Harun Ar-rassyid dan Al-Ma’mun yang
begitu mencintai Ilmu.
3.
Peran keluarga Barmak yang sengaja dipanggil oleh khalifah
untuk mendidik keluarga istana dalam hal pengembangan keilmuan.
4.
Aktifitas penerjemahan literatur-literatur Yunani kedalam
bahasa Arab demikian besar dan ini didukung oleh khalifah yang memberi
imbalanyang besar terhadap para penterjemah.
5.
Relatif tidak adanya pembukaan daerah dan pemberontakan-pemberontakan
menyebabkan stabilitas negara terjamin sehingga konsentrasi pemerintah untuk
memajukan aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya.
6.
Adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad
menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain.
7.
Situasi sosial baghdad yang kosmopolit dimana berbagai macam
suku, ras dan etnis serta masing-masing kulturalyang berinteraksi satu sama
lain, mendorong adanya pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.[10]
Perkembangan
peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan
oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat ihat dari bangunan-bangunan yang berupa:
a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b. Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang
yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini,
dengan nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.
C. Tokoh-tokoh/ Para ilmuwan zaman Abbasiyah
1. Bidang Astronomi
• Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe
2.Bidang Kedokteran
•Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
3.Bidang Optika
•Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
4.Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
5.Bidang Matematika
•Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah
6.Bidang Sejarah
•Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
•Ibn Sa’ad
7.Bidang Filsafat
•Al-Farabi, banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles
8.Bidang Tafsir
•Ibn Jarir ath Tabary
9.Bidang Hadis
•Imam Bukhori
10.Bidang Kalam
•Al-Asy’ari
11.Bidang Geografi
•Syarif Idrisy
12.Bidang Tasawuf
•Shabuddin Sahrawardi[11]
1. Bidang Astronomi
• Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe
2.Bidang Kedokteran
•Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
3.Bidang Optika
•Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
4.Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
5.Bidang Matematika
•Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah
6.Bidang Sejarah
•Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
•Ibn Sa’ad
7.Bidang Filsafat
•Al-Farabi, banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles
8.Bidang Tafsir
•Ibn Jarir ath Tabary
9.Bidang Hadis
•Imam Bukhori
10.Bidang Kalam
•Al-Asy’ari
11.Bidang Geografi
•Syarif Idrisy
12.Bidang Tasawuf
•Shabuddin Sahrawardi[11]
KESIMPULAN
1. Kekuasaan Dinasti
Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah.
Umayyah.
2.
Puncak
perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Bani
Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreatifitas bani
Abbas sendiri. Sebagian diantarannya sudah dimulai pada awal kebangkitan islam.
Lembaga pendidikan sudah berkembang, ketika itu lembaga pendidikan ini terdiri
dari dua tingkat :
-
Maktab/Kuttab dan mesjid
-
Tingkat pendalaman
3.
Lahirnya ilmu kalam atau teologi itu dikarenakan dua faktor
:
-
Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat,
-
Karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar
dari pola rasa ke pola akal dan ilmu
4.
bangunan-bangunan masa Abassiyah
a.
Kuttab,
b.
Majlis
Muhadharah
c.
Darul Hikmah
d.
Madrasah
e.
Masjid
5. Para
ilmuwan zaman Abbasiyah
Al-Fazari,,
Ibnu
Sina, Abu Ali al-Hasan ibn
al-Haythani, Jabir ibn Hayyan, Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, Al-Mas’udi,
Al-Farabi, Ibn Jarir ath Tabary, Imam Bukhori, Al-Asy’ariif Idrisy, Shabuddin
Sahrawardi.
DAFTAR PUSTAKA
Saefudin, Didin, Zaman
ke emasaan Islam Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abassiyah, Pt
Grasindo, Jakarta:2002.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam dirasah islamiyah II,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:2000.
Hitti, K. Philip, History of the Arabs di terjemahkan
dari history of Arabs, PT.
Serambi Ilmu Semesta, jakarta: 2005.
Prof. Dr. Hj. Sunanto,
Musyrifah, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu pengetahuan Islam, Prenada
Media, Jakarta Timur:2003.
[3] http://miftah-effendi.blogspot.com/2010/04/pendidikan-islam-pada-zaman-bani.html
[4] Badri yatim,
Sejarah Peradaban Islam dirasah islamiyah II, PT Raja Grafindo Persada, th. 2000,h. 55
[7] Philip K.Hitti, History of the
Arabs, PT. Serambi Ilmu Semesta, jakarta, 2005, h.514
[8]
ibid. 492
[9]
Musrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik perkembangan ilmu pengetahuan islam,
prenada Media, 2003, h. 68
[10] Didin Saefudin, Zaman ke emasaan Islam
Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abassiyah, Pt Grasindo, Jakarta, 2002, h.
147-148.
makasih gan uploadnya...
BalasHapusijin kopi..
http://hatyaitrip2012.blogspot.com